Pada jaman
dahulu kala di sebuah desa Kalisalak hiduplah seorang gadis cantik jelita yang
bernama Dewi Rantan sari anak dari Mbok Rondo, karena kecantikannya tersebut
maka Sultan Mataram yang bernama Sultan Agung Hanyokrokusumo jatuh cinta kepada
Dewi Rantan Sari. Ia menyuruh Bhahurekso yang biasa dikenal bernama Joko Bau
anak dari Ki Agung Cempaluk dari Kesesi untuk melamar Dewi Rantan Sari.
Sesampainya
di kediaman Rantan sari, Bhahurekso terpesona dan jatuh cinta kepada Dewi
Rantan sari, begitu pula sebaliknya Dewi Rantan Sari, begitu pula sebaliknya
Dewi Rantan Sari jatuh cinta pada Bhahurekso. Akhirnya Bhahurekso melamarnya
untuk dirinya sendiri tanpa sepengetahuan Sultan Mataram yang mengutusnya,
dalam perjalanan pulang menuju Mataram dia terus berfikir bagaimana caranya
bicara denagan Sultan Mataram atas peristiwa tersebut. Tidak lama dalam
perjalanan tersebut Bhahurekso bertemu dengan gadis cantik lainnya yang juga
yang wajahnya mirip dan secantik Rantan Sari di desa Kalibeluk anak seorang
penjual serabi yang bernama Endang Wiranti, segera setelah muncul sebuah
rencana di benak Bhahurekso, ia berencana membawa Endang Wiranti ke Mataram untuk
diperkenalkan kepada Sultan Mataram sebagai Rantan Sari.
Akhirnya
diputuskan Bhahurekso meminta Endang Wiranti menyamar menjadi Rantan Sari dan
Endang menyetujui rencana tersebut, sesampai di kota Mataram Endang
dipertemukan dengan Sultan, tidak lama Endang Wiranti jatuh pingsan, sultan
menjadi curiga atas kejadian tersebut, setelah siuman dari pingsannya Sultan
bertanya kepada Rantan Sari gadungan, Endang Wiranti menjadi sangat ketakutan
dan akhirnya berterus terang mengatakan yang sesungguhnya bahwa sebenarnya dia
ini bukan Rantan Sari yang dimaksudkan Sultan, tetapi adalah Endang Wiranti
anak seorang penjual serabi dari desa Kalibeluk dia mengakui segala rencana
yang disusun Bhahurekso untuk menipu Sultan Mataram karena Bhahurekso terlanjur
jatuh cinta dan menikahi dewi Rantan sari gadis cantik yang hendak dipersunting
Sultan Mataram.
Karena
keterusterangan Endang Wiranti ini, Sultan sangat menghargai kejujuran Endang
Wiranti dengan menghadiahkan sejumlah uang yang cukup banyak untuk modal
meneruskan berjualan serabi dan diantarkan pulang ke Kalibeluk, Endang mohon
pamit pulang dan mohon dimaafkan atas kejadian tersebut.
Serabi Kalibeluk - Batsang |
Sebagai
hukuman atas kejadian kebohongan tersebut Sultan menghukum Bhahurekso dengan
tugas berat berupa membuka hutan lebat yang sangat berbahaya karena banyak
dihuni jin dan setan dengan menebang pohon-pohon besar dan berperang melawan
jin penghuni alas roban. Karena Bhahurekso bersalah dan menerima hukuman itu
dan langsung sesampainya disana Bhahurekso menebang semua pohon besar yang ada
di alas Roban.
Sebenarnya
pohon-pohon besar itu adalah jelmaan para siluman yang dipimpin oleh seorang
siluman raksasa yang mempunyai anak yang sangat cantik bernama Dubrikso wati,
sebagai tanda menyerah atas kemenangan Bhahurekso yang sangat sakti itu raja
siluman memberi hadiah berupa putrinya untuk dinikahi Bhahurekso. Bhahurekso
menyetujui dan menikahi Dubrikso Wati dan memiliki seorang anak laki-laki yang
diberi nama Banteng.
Akibat dari
penebangan pohon-pohon hutan yang besar-besar tersebut, bau, maka banyak
bangkai-bangkai siluman berupa batang-batang (istilah Jawa) yang terapung di
sungai, setelah hujan besar, sejak saat itu maka tempat tersebut disebut BATANG
yang sekarang disebut Kota Batang.
Konon pada
waktu Mataram mempersiapkan daerah-daerah pertanian untuk mencukupi persediaan
beras bagi para prajurit Mataram yang akan mengadakan penyerangan ke Batavia,
Tumenggung Bahurekso mendapat tugas untuk membuka alas roban untuk dijadikan
daerah persawahan, alas roban yang merupakan hutan yang masih perawan, lebat
dan menyeramkan di huni oleh Jin dan Siluman-siluman. Dan Tumenggung Bahurekso
sempat mendapat gangguan oleh para penghuni alas roban tersebut, Para pekerja
yang menebang hutan alas Roban banyak yang sakit dan meninggal namun dengan
kesaktiannya gangguan itu dapat teratasi.
Setelah Alas
Roban di buka tugas selanjutnya dari Bahurekso adalah mengusahakan pengairan
atas lahan yang telah dibuka itu, kemudian beliau membuat bendungan yang
sekarang dinamakan bendungan kramat. ketika bendungan itu telah selesai dibuat,
bendungan selalu jebol dan dirusak oleh anak buah siluman Uling, hal ini
memaksa Tumenggung Bahurekso untuk menyerang para Siluman Uling yang bermarkas
di sebuah Kedung sungai, dan dengan kesaktiannya para siluman ini dapat
dikalahkan.
Tetapi
walopun para siluman uling ini telah dikalahkan air yang keluar dari bendungan
tidak selalu lancar, kadang besar dan kadang-kadang kecil bahkan tidak mengalir
sama sekali. Setelah di teliti ternyata ada Batang Kayu (Watang) besar yang
melintang dan menghalangi aliran air. Berpuluh orang disuruh mengangkat dan
memindahkan Watang(Batang Kayu) tersebut namun tidak berhasil.
Akhirnya
Bahurekso sendiri yang turun tangan, dan dengan sekali embat patahlahWatang
(batang kayu) tersebut. Dan dari peristiwa ngembat watang itulah kemudian
terukir nama Batang, yang berasal dari kata ngemBAT waTANG, orang Batang
sendiri sesuai dengan dialeknya menyebutnya MBATANG.
Dalam pemerintahan Sultan Agung
Hanyokrokusumo, menyuruh Raden Bhahu untuk menebang hutan. Guna dijadikan
pemukiman. Antara Subah sampai Pekalongan.
Pada saat
melaksankan tugasnya untuk menebang hutan, Raden Bhahu (Bhahurekso) berjalan
menyusuri sungai, sampai suatu saat beliau tertidur di pinggir sungai karena
kelelahan. Pada keesokan harinya air sungai tiba-tiba pasang, beliaupun
terbangun dan segera bangun ke tempat yang lebih tingi. Tetapi setelah sampai
di dataran yang lebih tinggi, beliau terkejut ketika akan melanjutkan tugasnya
untuk menebang hutan, ketika itu pedang yang biasa dibawanya itu hilang.
Kemudian beliau mencarinya di pinggir sungai yang waktu itu untuk beristirahat.
Sehari,
berhari-hari dan berminggu-minggu sampai hampir satu bulan Raden Bahu mencari
pedangnya, tapi pencarian itu sama sekali tidak membuahkan hasil yang diharapkan.
Akhirnya beliau memutuskan untuk menghentikan pencariannya, karena masih banyak
tugas yang menanti di pundaknya, sebelum Raden Bahu pergi, beliau memberi nama
daerah di sekitar sungai itu dengan sebutan KLIDANG yang berasal dari sebutan
kata ( Kali ) dalam bahasa Indonesia yang artinya sungai dan ( Pedang ). Daerah
ini berada di sebelah Utara di Kabupaten Batang.
Kaitan
legenda Kramat dengan Bhahurekso (pejabat tinggi pada pemerintahan Sultan
Agung) dari Mataram 1613 – 1645 M), amat erat dan mendalam sekali, dikemukakan
oleh sesepuh adat, di sekitar wilayah Kedunggowok (sebelelah Utara Kedung Dowo)
disanalah pernah terjadi peristiwa penting, yaitu awal terjadinya Kabupaten
Batang.
Pada waktu
itu ajang perjuangan dimaksud, terjadi menjelang masa Sultan Agung (1613 M),
yaitu saat Bhahurekso membantu Menteri Pamajengan Sasak Layangsari membasmi
perampok pimpinan Drubekso yang mengaku “raja” di wilayah kekuasaannya. Kedua
kekuatan tersebut berbenturan, namun jalannya alot dan seimbang sehingga oleh Bhahurekso
diibaratkan bagai “ambet – ambetan watang” (mengambat galah). Dari asal ibarat
ini, lahir nama Batang dan dipatrikan secara abadi sebagai nama kota serta
kabupaten.
Untuk
mengenang dan menghayati para pejuang dan perintis Batang tersebut, Bupati pertama
Pangeran Adipati Mandurejo, mengadakan tradisi ziarah ke lokasi bekas ajang
perjuangan di sekitar Keramat tersebut. Yang diikuti serta dilestarikan
masyarakat setempat sampai sekarang.
Di
Banyuwerno, desa Wates, kecamatan Wonotunggal terdapat kawasan yang pernah
digunakan untuk pertapaan Pangeran Bahurekso dan Raden Sulamjono. Tokoh yang
bernama Pangeran Bahurekso ini cukup terkenal dengan kisah legenda di Kabupaten
Batang.
Pengeran Bahurekso atau dikenal Ki Bahurekso adalah panglima perang Mataram Islam. Pada abad ke 17 setelah berhasil membuka Alas Roban dan membuat bendungan di Sungai Lojahan, Ki Bahurekso kembali diperintah oleh Sultan Agung Mataram untuk menjemput Dewi Rantan Sari di desa Kalisalak. Dewi Rantan Sari akan diperistri oleh Sultan Agung.
Saat
melakukan penjemputan di desa Kalisalak ternyata Dewi Rantan Sari lebih suka
kepada Ki Bahurekso, begitu juga Ki Bahurekso suka kepada Dewi Rantan Sari.
Dewi Rantan Sari mengancam bunuh diri jika dirinya dibawa menemui Sultan Agung.
Akhirnya Ki Bahurekso membawanya kesebuah tempat yang bernama Banyuwerno desa
Wates. Konon tempat ini pernah ada goanya namun hingga kini belum ditemukan
keberadaannya.
Dewi Rantan
Sari mencari air dan menemukan sumber air yang berwarna. Kemudian dia mengambil
untuk digunakan membersihkan beras. Akan tetapi berasnya tidak dapat matang
saat dimasak. Beras itu kemudian dibuang dan berubah menjadi batu. Atas
kejadian itu Dewi Rantan Sari memberitahu Ki Bahurekso. Ki Bahurekso kemudian
mandi di belik tersebut dan mendapatkan kekuatan. Mulai kejadian itu Ki
Bahurekso menyebut mata air itu Belik Banyuwerno.
Hingga kini
dipercaya jika seseorang melihat air yang ada di penampungan Belik Banyuwerno
berwarna, maka akan mendapatkan rezeki dalam bentuk keselamatan maupun lainnya.
Raden
Sulamjono adalah putra dari Ki Bahurekso dan Dewi Rantan Sari. Raden Sulanjono
memiliki kisah asmara dengan Sulasih dari Kalisalak. Namun hubungan asmara
tersebut tidak mendapat restu dari Ki Bahureksa. Akhirnya Raden Sulamjono
bertapa di Banyuwerno, dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian
pertemuan diantara keduanya masih terus berlangsung melalui alam gaib.
Pertemuan
tersebut diatur oleh Dewi Rantansari atau ibu dari Raden Sulanjono yang
memasukkan roh bidadari ketubuh Sulasih. Pada saat itu pula Raden Sulanjono
yanng sedang bertapa ditemui oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan
terjadilah pertemuan antara Sulasih dengan Raden Sulanjono. Sejak saat itulah
setiap diadakan pertunjukan sintren Sang penari pasti dimasuki roh bidadari
oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang penari
masih dalam keadaan suci atau ( perawan ).
Hingga kini
setiap tanggal 11 Mulud diadakan khoul di Kawasan Pertapan Pangeran Bahurekso
dan Raden Sulamjono.
Pada waktu
itu Pangeran Bahureksa sedang menyembunyikan Dewi Rantansari disebuah hutan.
Sewaktu Dewi Rantansari mau mencari sumber air, disitu ada sumber air yang
berwarna - warni. Kemudian ia mengambil air tersebut untuk mencuci beras, namun setelah beras tersebut dimasak
sampai beberapa hari tetapi tidak kunjung menjadi nasi. Beras tadi dibuang dan
menjelma menjadi batu, dan batu tersebut diberi nama Batu Beras. Setelah itu
Dewi Rantansari melaporkan kepada pangeran Bahureksa akan kejadian tadi,
kemudian Pangeran Bahureksa mandi pada sumber air tadi dan mendapatkan daya
kelebihan kesaktian yang berlipat ganda. Kemudian pangeran Bahureksa berujar
suatu saat nanti tempat itu diberi nama Banyuwerno.
Dan sampai
sekarang mata air tersebut kadang menampakkan wujud air yang berwarna-warni ke
penduduk setempat. Dan konon katanya jika air tersebut langsung diminum atau
dipergunakan untuk mandi, maka akan memperoleh daya magic yang tidak terkira .
Banyak orang mempercayai baik dari penduduk lokal maupun dari luar bahwa air
tersebut memang bisa membawa berkah dan mampu menyembuhkan berbagai penyakit.
Dan beras yang menjelma menjadi batu tadi sungguh mencengangkan, batu-batu
kecil tersebut bisa menempel sangat kuat dengan batu lainnya walaupun tanpa ada
semen untuk perekat.
kesenian
Sintren bermula dari kisah cinta kasih Raden Sulanjono, atau putra dari
Pangeran Bahureksa dengan Dewi Rantansari. Raden Sulanjono memadu kasih dengan
Sulasih seorang putri dari desa Kalisalak, namun hubungan asmara tersebut tidak
mendapat restu dari Pangeran Bahureksa, akhirnya raden sulanjono bertapa di
Banyuwerno, dan Sulasih memilih menjadi penari. Meskipun demikian pertemuan
diantara keduanya masih terus berlangsung
melalui alam gaib.
Pertemuan
tersebut diatur oleh Dewi Rantansari atau ibu dari Raden Sulanjono yang
memasukkan roh bidadari ketubuh Sulasih. Pada saat itu pula Raden Sulanjono
yanng sedang bertapa ditemui oleh roh ibunya untuk menemui Sulasih dan
terjadilah pertemuan antara Sulasih dengan Raden Sulanjono. Sejak saat itulah
setiap diadakan pertunjukan sintren Sang penari pasti dimasuki roh bidadari
oleh pawangnya, dengan catatan bahwa hal tersebut dilakukan apabila sang penari
masih dalam keadaan suci atau ( perawan ).
Nama Kendal
juga tak bisa dipisahkan dari kisah heroik Tumenggung Bahureksa, bupati Kendal
yang pertama. Dalam sejarah Kabupaten Kendal disebutkan, ada seorang pemuda
bernama Joko Bahu putra dari Ki Ageng Cempaluk yang bertempat tinggal di daerah
Kesesi, Kabupaten Pekalongan. Joko Bahu dikenal sebagai orang yang mencintai
sesama dan pekerja keras, hingga Joko Bahu pun berhasil memajukan daerahnya.
Atas keberhasilan itulah akhirnya Sultan Agung Hanyokrokusumo mengangkatnya
menjadi Bupati Kendal bergelar Tumenggung Bahurekso. Selain itu, Tumenggung
Bahurekso juga diangkat sebagai Panglima Perang Mataram pada tanggal 26 Agustus
1628 untuk memimpin puluhan ribu prajurit menyerbu VOC di Batavia. Pada
pertempuran 21 Oktober 1628 di Batavia, Tumenggung Bahurekso beserta kedua
putranya gugur sebagai Kusuma Bangsa. Dari perjalanan Sang Tumenggung Bahurekso
memimpin penyerangan VOC di Batavia pada tanggal 26 Agustus 1628 itulah
kemudian dijadikan patokan sejarah lahirnya Kabupaten Kendal.
para
pembesar-pembesar kerajaan yang hadir di Kendal pada tahun 1628 M dalam rangka
utk persiapan perang melawan Belanda di Batavia, antara lain:
1.
Tumenggung Bahurekso
2. Pangeran
Purboyo
3. Pangeran
Djoeminah
4.
Tumenggung Mandurorejo
5.
Tumenggung Upashanta
6.
Tumenggung Kertiwongso, asal Jepara
7.
Tumenggung Wongso Kerto
8.
Tumenggung Rajekwesi
9. Raden
Prawiro/Pangeran Sambong
10. Pangeran
Kadilangu
11. Pangeran
Sojomerto
12. Raden
Sulamjono, putera Tumenggung Bahurekso
13. Raden Banteng
Bahu, putera Tumenggung Bahurekso
14. Kyai
Akrobudin
15. Kyai
Mojo dan Kyai Sandi, pengawal Pangeran Sambong
16.
Tumenggung Begananda
17. Raden
Haryo Sungkono
18. Raden
Muthohar
19.
Tumenggung Pasir Puger
20. Pangeran
Karang Anom
21. Pangeran
Tanjung Anom
22.
Tumenggung Panjirejo
23. Pangeran
Puger
24.
Tumenggun Singoranu, Patih MAtaram, pengganti Ki Juru Mertani
25. Aria
Wiro Notopodo atau Suropodo
26.
Tumenggung Wiroguno
27. Raden
Bagus Kumojoyo
Dan tentunya
masih banyak lagi tokoh-tokoh kerajaan yang hadir dalam pertemuan persiapan
perang ke Batavia yg dipusatkan di daerah yg sekarang disebut sebagai KEMANGI.
dari
berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar